Sin Cia atau Imlek tidak jauh berbeda dengan tahun baru lainnya. Imlek adalah Tahun Baru Tionghoa. Kata Imlek (Im = bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau Bahasa Mandarinnya Yin Li yang berarti kalender bulan (Lunar New Year). Menurut sejarah, Sin Cia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru.
Dahulu, Negeri Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim dingin berlalu, masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen bersamaan waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan berkembang. Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat.
Kegembiraan itu tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman dan handai taulan. Gong Xi Fa Cai artinya ucapan selamat dan semoga banyak rezeki. Adat ini kemudian dibawa oleh masyarakat Tionghoa kemanapun mereka merantau, termasuk ke Indonesia.
Perayaan Imlek meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta/Thian (Thian = Tuhan dalam Bahasa Mandarin), dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari sembahyang Imlek adalah sebagai bentuk pengucapan syukur, doa dan harapan agar di tahun depan mendapat rezeki yang lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai media silaturahmi dengan keluarga dan kerabat.
Imlek merupakan tradisi pergantian tahun. Dalam sejarahnya, perayaan Tahun Baru Imlek biasanya dijadikan sebagai ajang berkumpul semua keluarga dan merayakannya bersama. Tahun Baru Imlek juga tak hanya dirayakan di Tiongkok, keturunan Tionghoa yang tersebar di berbagai belahan dunia pun ikut merayakan kemeriahannya, termasuk Indonesia. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tionghoa apapun agamanya, bahkan menurut Sidharta, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia), masyarakat Tionghoa Muslim juga merayakan Imlek.
Namun, banyak sejumlah tradisi perayaan Imlek yang sangat menarik. Berikut beberapa di antaranya :
Membersihkan Rumah
Inti dari hari raya Imlek bagi masyarakat Tionghoa adalah berkumpul bersama, duduk di meja makan dan bersyukur dalam kebersamaan. Namun, ada serangkaian ritual yang dilakukan dalam menyambut tahun baru. Salah satunya adalah membersihkan rumah sebelum Imlek.
Menurut kepercayaan Tionghoa, membersihkan rumah dapat mengeluarkan hal buruk selama setahun sebelumnya. Mereka biasanya menyapu halaman rumah dan menata kondisi rumah menjelang Imlek. Namun, membersihkan rumah justru pantang dilakukan saat Imlek.
Dalam tradsi Imlek juga sangat dihindari kebiasaan yang dianggap tabu yakni menangis, mengucapkan kata kotor, berkata kasar, berpakaian hitam, makan bubur, meminjam uang dan lain sebagainya. Kebiasaan menangis didefinisikan sebagai lambang kesedihan, serta harus dihindari. Mengucapkan kata-kata kotor dipercaya akan mendatangkan ucapan itu menjadi kenyataan. Sedangkan makan bubur didefinisikan menghalangi rejeki dan mendekatkan diri pada kemisikinan. Oleh karena itu, di meja makan biasa tersedia nasi padat agar rejeki lancar.
Jeruk
Selanjutnya hal yang tidak boleh dilewatkan ketika Imlek tiba adalah ketersediaan buah jeruk. Meskipun umum, buah yang satu ini menjadi makanan khas Imlek. Biasanya buah jeruk ini dihidangkan bersama dengan tangkai dan daunnya.
Bagi masyarakat Tionghoa, jeruk melambangkan rejeki yang melimpah sebab jeruk itu berwarna kuning keemasan. Warna emas melambangkan kemakmuran, kekayaan, serta kesejahteraan yang akan selalu tumbuh. Jeruk yang biasanya dihidangkan ketika Imlek, rasanya manis dan banyak dikonsumsi setelah acara makan besar keluarga.
Kue Keranjang
Ciri khas selanjutnya adalah kue keranjang. Tak lengkap rasanya perayaan Imlek tanpa kue coklat yang satu ini.
Kue keranjang atau biasa disebut sebagai Nian Gao, berarti kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali yaitu menjelang Imlek. Bahan dasarnya sederhana yakni tepung ketan dan gula merah.
Kue keranjang umumnya berbentuk bulat dan agak tebal. Dari filosofinya, kue keranjang ini sebenarnya merupakan bentuk harapan keluarga agar dapat terus bersatu dan melewati berbagai masalah yang terjadi pada tahun tersebut.
Mempersiapkan Makanan
Tidak hanya kue keranjang dan jeruk yang menjadi ciri khas Imlek, mereka juga menyajikan makanan di atas nampan berbentuk segi 6, segi 8, atau bulat dengan isi yang beragam, seperti buah kering, biji-bijian, kacang-kacangan, dan permen. Beberapa orang juga menyiapkan makanan keberuntungan seperti mie yang tidak dipotong untuk melambangkan umur panjang, serta kue bola berbentuk uang Tiongkok pada jaman dahulu yang melambangkan kekayaan.
Hidangan lainnya yakni babi. Olahan daging babi menjadi salah satu makanan khas Imlek dan disantap oleh keluarga besar. Hidangan babi dipercaya dapat membawa keberuntungan karena diibaratkan seperti kantong yang dapat menampung banyak rezeki. Seperti yang diketahui, babi merupakan hewan yang sangat malas, sehingga diharapkan ketika mengkonsumsi makanan babi saat Imlek maka masyarakat Tionghoa dan keturunannya tidak akan menjadi pemalas.
Nah bagi beberapa masyarakat etnis Tionghoa Muslim, daging babi ini umumnya diganti menjadi daging sapi atau daging ayam.
Ikan Bandeng
Sebagian masyarakat dengan etnis Tionghoa mengonsumsi ikan bandeng ketika Imlek tiba. Ikan tersebut dipercaya dapat mendatangkan hoki. Namun, ketika menyantap ikan ini, kita tidak boleh membalik ikan untuk mengambil daging ikan pada bagian bawah. Ditambah lagi, kita tidak boleh menghabiskan ikan tersebut dan menyisakannya agar bisa dinikmati esok hari. Masyarakat Tionghoa percaya kalau kebiasaan ini merupakan lambang dari nilai surplus untuk tahun yang akan datang.
Yee Sang
Yee Sang adalah salad yang merupakan bagian integral Tahun Baru Imlek. Sajian ini dilengkapi irisan buri oh, ubur-ubur, sayuran, dan saus jeruk mandarin.
Tradisi menikmati Yee Sang ini cukup unik. Semua orang yang di sekitar meja harus berdiri dan menggunakan sumpit besar untuk mencampur dan melemparkan salad saat untaian doa khusus dilontarkan. Berdasarkan kepercayaan turun menurun, semakin tinggi salad dilempar, semakin baik keberuntungan pada tahun mendatang.
Angpau
Angpau berasal dari bahasa Hokkien, sedangkan dalam Bahasa Mandarin disebut Hongbao yang maknanya amplop merah. Selain menjadi tradisi di Tiongkok, pemberian angpau juga diadopsi oleh masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara dan beberapa negara yang memiliki populasi keturunan Tionghoa besar.
Cikal bakal dari tradisi angpau ini dipercaya ketika masa Dinasti Qin berkuasa pada 221 sampai 226 SM. Tradisi pemberian angpau, biasanya diberikan oleh orang yang sudah menikah kepada yang belum menikah. Sementara beberapa daerah di Tiongkok Utara dan Selatan, angpau sendiri diberikan oleh orang tua kepada mereka yang berumur di bawah 25 tahun.
Hal yang menjadi unik adalah mengenai jumlah isi angpau yang diberikan. Jumlahnya tak ditentukan, tapi biasanya angkanya genap, mengingat angka ganjil identik dengan pemakaman. Di samping itu, etnis Tionghoa menghindari angka empat (4) dalam memberikan angpau, karena pelafalannya mirip dengan kata mati.
Chinese New Year Hampers
Saat tahun baru Imlek, tak jarang keluarga atau kerabat dekat memberikan kita sebuah bingkisan atau parcel. Bingkisan yang dikemas khusus ini sebagai doa dengan harapan kemakmuran dan keberuntungan untuk keluarga dan teman. Bingkisan khas Imlek ini biasanya diisi kue-kue kering.
Pertunjukan Barongsai
Salah satu tradisi dan seni yang paling ditunggu dalam setiap pergantian Tahun Baru Imlek adalah pementasan barongsai. Barongsai merupakan tarian tradisional Tiongkok. Perayaan Tahun Baru Imlek belum lengkap tanpa adanya pertunjukan Barongsai. Pemainnya menggunakan sarung yang menyerupai singa dengan warna dominan merah dan kuning. Bergerak sesuai irama tabuhan, barongsai meliuk beratraksi, membuat decak kagum penonton.
Barongsai selalu ada saat perayaan Imlek sebagai kepercayaan bahwa barongsai bisa mengusir nasib buruk dan merupakan simbol kebijaksanaan, keberanian, dan kekuatan.
Warna Merah
Semua hal yang berkaitan dengan Imlek juga identik dengan warna merah. Mulai dari busana, amplop, hingga ornamen atau hiasan-hiasan saat perayaan Tahun Baru Imlek. Beberapa obyek wisata pun dihiasi dengan lampion merah hingga lilin-lilin hingga ornamen atau bangunan bewarna merah.
Kepercayaan Tionghoa menganggap bahwa merah membawa keberuntungan. Warna merah merupakan unsur “yang“. Warna merah yang juga dimaknai warna panas, warna matahari. Unsur api diharapkan dapat memberikan suasana kebahagiaan. Serba-serbi warna merah ini menggambarkan pengharapan di tahun baru bahwa segala kesedihan dan kegelapan akan sirna digantikan dengan kebahagian.
Hujan
Dalam setiap perayaannya, Imlek biasanya identik dengan hujan deras. Tak sedikit orang yang mengkaitkan antara keduanya. Bahkan, orang Tionghoa meyakini ada keberuntungan yang jatuh ke bumi berbarengan dengan turunnya hujan tersebut. Namun, penjelasannya adalah bahwa memang setiap perayaan Imlek terjadi pada bulan-bulan yang identik dengan musim hujan.
Itulah deretan pembahasan mengenai Imlek, mulai dari sejarah, mitos, hingga beberapa hal yang tidak boleh dilewatkan saat merayakan Tahun Baru Imlek. Tradisi Imlek akan lebih semarak dengan adanya persiapan yang matang serta perayaan bersama keluarga. Yang terpenting adalah menyambut Tahun Barun Imlek dengan cara membersihkan hati, menyucikan nurani, dan tekad berusaha lebih baik di tahun mendatang.
Selamat Tahun Baru Imlek 2020. Gong Xi Fa Cai!
sumber : nasional.kompas, medcom, nationalgeographic.grid, news.detik