Provinsi Qinghai yang berada di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut menjanjikan keindahan alam dan keunikan etnis minoritas Muslim. Xining yang menjadi ibu kota dari Provinsi Qinghai, Tiongkok Barat Laut ini memiliki jumlah penduduk muslim sekitar 1,1 juta jiwa per 2019 dan tercatat sebagai kota dengan populasi Muslim Hui dan Tibet yang cukup besar. Tiupan angin pegunungan, kuliner halal, dan keramahan masyarakatnya menjadikan provinsi ini wajib dikunjungi oleh para muslim di seluruh dunia saat liburan tiba.
Pertama kali sampai di kota ini, mungkin kalian akan terkejut melihat di sepanjang jalan terdapat banyak kaum hawa shalehah bermata sipit berkulit putih yang berbalut khimar menutup dada. Selain itu juga kaum adam mengenakan peci putih khasnya, sebagai pembeda dengan suku hui dengan penduduk mayoritas Tiongkok yang bukan beragama Islam.
Di xining, kalian tak perlu khawatir perihal makanan halal karena restoran berlabel halal berjejer di sepanjang jalan sejauh mata memandang. Salah satu makanan yang cukup populer di tempat ini, yaitu mi tarik. Pada awalnya, mi tarik berasal dari kota Lanzhou. Namun, kemudian dipopulerkan oleh masyarakat Qinghai ke berbagai pelosok daerah di Tiongkok, bahkan mancanegara. Mi tarik telah dikenal sejak 4.000 tahun silam, menurut Kepala Persatuan Mi Tarik Qinghai, Ma Qingyun. Saat ini ada sekitar 80.000 restoran dan kedai mi tarik di seluruh Tiongkok yang 30.000 di antaranya dikelola oleh orang Qinghai yang kebanyakan Muslim. Mi tarik Qinghai terkenal karena daging sapi Qinghai yang enak dan halal.
Perihal masjid untuk ibadah para muslim, menurut seorang Imam besar Masjid Nanguan, terdapat 239 masjid yang tersebar di kota Xining, termasuk 2 di antaranya, yaitu Masjid Dongguan dan Masjid Nanguan yang cukup menarik dibahas dalam artikel kali ini.
Masjid Dongguan terletak di jalan Dongguan. dibangun pada tahun 1380 di masa Dinasti Ming (1368-1644), kira – kira 600 tahun sudah usianya dengan renovasi berkali kali. Awalnya Masjid Dongguan hanyalah sebuah bagunan yang terbuat dari kayu dengan ukiran Cina kuno. Bangunan lama Masjid Dongguan kemudian dipindahkan ke sebuah desa di Xining kemudian dibangun Dongguan yang baru, dengan desain interior perpaduan antara arsitektur tradisional Tiongkok dan arsitektur gaya klasik Masjid Nabawi. Masjid ini memiliki lengkungan berwarna putih di sepanjang bagian luar, dengan kubah berwarna hijau dan dua menara yang menjulang tinggi.
Dengan penampilannya yang megah dan ornamen yang mempesona, Masjid ini tidak hanya terkenal dengan arsitekturnya yang megah tetapi juga sebagai pusat pendidikan agama dan sebagai institusi pembelajaran Islam tertinggi di Xining. Masjid ini berdiri megah di area seluas 13.602 meter persegi dengan luas bangunan 4.654 meter persegi yang dapat menampung lebih dari 3.000 jamaah. Masjid Dongguan hingga sekarang menjadi tempat ibadah dan pertemuan penting bagi umat Islam di Xining.
Masjid Dongguan juga memiliki museum yang di dalamnya terdapat poster-poster yang menjelaskan prosesi melahirkan dalam Islam, sajian berbagai makanan halal dan minuman teh khas kota Xining, pameran pakaian adat, barang-barang antik seperti teko, guci dan lain-lain.
Rasa takjub semakin menjadi-jadi ketika melihat jamaah shalat Jum’at berhamburan masuk ke dalam masjid dengan pakaian hitam dan kopiah putih tak putus-putus, sekurang-kurangnya jama’ah shalat Jumat yang datang pada setiap ibadah sekitar 5.000 orang. Bahkan, halaman masjid yang panas terik hingga emperan toko di sekitarnya pun dipenuhi jamaah.
Ketika azan dikumandangkan dari pengeras suara yang bahkan terdengar dari radius 1 km itu, gerobak dagangan diparkirkan begitu saja. Mulai dari apel, roti goreng, jeruk, kaus kaki, teh, tergeletak tanpa penjaga, beberapa gerobak dan toko dijaga oleh istri dan anak-anak perempuan yang tidak menunaikan shalat Jum’at.
Tak jauh dari Masjid Dongguan, juga terdapat masjid yang tak kalah indah dan megah, Masjid Nanguan namanya, namun di masjid ini tidak dapat dilaksanakan shalat Jumat. Masjid penyelenggara shalat Jum’at akan ditentukan berdasarkan region. Di Tiongkok, hanya masjid-masjid tertentu saja yang dapat melaksanakan shalat Jum’at, dengan imam dan khatib pilihan pemerintah. Mereka harus diseleksi terlebih dahulu dengan tema khutbah yang diawasi ketat oleh pemerintah. CCTV mengawasi tiap jengkal sisi masjid. Meski begitu, semua masjid di Tiongkok dapat melaksanakan shalat berjamaah setiap waktu.
Namun yang cukup berbeda adalah ruang shalat untuk muslimahnya, biasanya dibangun gedung kecil atau ruangan di sisi belakang masjid. Perempuan dan laki-laki benar-benar terpisah. Perempuan-perempuan berjamaah hanya mendengar bacaan sholat sang imam melalui pengeras suara yang dipasang di sisi kiri dan kanan ruangan.
Selain hal-hal di atas, ada satu hal lagi yang sangat menarik tentang kostum yang mereka gunakan. Mereka berbusana sesuai musim. Pada musim dingin, jamaah akan datang bergerombol dengan pakaian serba hitam, bila musim panas datang, mereka akan mengenakan pakaian serba putih. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena warna hitam dapat menyimpan panas untuk melindungi diri dari tusukan angin dingin dengan suhu -13 derajat celcius pada musim dingin, serta warna putih yang lebih sedikit menyimpan panas untuk melindungi mereka dari teriknya cuaca saat musim panas.
sumber : istimewa (gambar), aceh.tribunnews, muda.kompas (info)